Kisah ditahun 2006 kemarin………
Diutus kelokasi banjir untuk menyalurkan bantuan….
Adalah seorang mahasiswa yang sangat cinta kampung dan berharap segera pulang untuk membangun butta-nya tapi masih terhambat masalah klasik “Skripsi” akhirnya untuk mengimbangi kegelisahan sang maba (mahasiswa abadi) mencoba seolah-olah eksis di IKAMI Sul-Sel Cab. Malang. Uuuu…kasi’e.
Siang….hujan kecil-kecil alias rintik-rintik…..
Setelah 2 jam menahan panasnya pantat karena duduk di atas motor ditambah rasa was-was saat antri diatas tataan balok jembatan yang mengeluarkan bunyi isyarat “saya akan runtuh bila terlalu berat…ngek…ngek..krek, jembatan yang menghubungkan Kab. Bulukumba dengan Kab. Sinjai seakan mengambarkan hati para warga sinjai yang runtuh dan hanyut terbawa lamunan “dimana malam ini kita tidur”.
Sampai di disebuah kota yang penghuninya seakan hilang terbawa arus air dengan bekas ketinggian air tercoret horisontal di dinding rumah-rumah penduduk. Seorang lelaki tua sambil memgumpulkan puing rumahnya menjawab lontaran pertanyaanku tentang letak kantor pemerintahan sinjai, dengan ucapan lemah “terusmiki baru belok kanan”
Hampir tak terdengar....sepi....
Deru kendaraan…., mesin ketik, print-prinan file, ngerumpi, seakan hilang bagai asap rokok yang juga tak mengepul lagi diruangan yang masih jelas di lantai bekas sapuan air bercampur tanah.
Apa keperluanta? Tanya seorang perempuan muda sekitar umur 23an yang berpakaian coklat dibalik sebuah meja yang hanya dihiasi sebuah kalender duduk dan selembar map beserta pulpen.
Seakan menjadi orang yang penting karena tujuan dan style jas merah, saya menjawab “kami dari Malang, organisasi mahasiswa sulawesi selatan membawa sumbangan untuk masyarakat sinjai….saya bisa ketemu pak sekda?”
Sambil tersenyum manis..jelas tergambar isyarat dia ingin mengatakan cakep juga mahasiswa ini…heheheh GR..mi sedeng, “oh iya ada kitunggumiki ada tamunya”
niatan saya ketemu pak sekda, karena kata daeng satpam didepan, sang nomor satu kota sinjai lagi kejakarta..saya cukup bertanya-tanya dalam hati “kok warga susah malah kejakarta? apakah pak bupati juga harus mencari tempat tidur?ah….sembarang nah deh kupikir”
Lama….bosan….rokok ah…….
“Masukmiki” dengan senyum saya berdiri menanggapi ajakan sang nona manis bagian resepsionis.
“Assalamu Alaikum” openingku didepan pintu, “Waalaikum Salam” seorang bapak yang terlihat mencoba menjaga keweibaannya walaupun diraut mukanya terlukis raut sedih menjawab salamku.
Ada yang bisa dibantu?
Iye puang, saya dari malang, dari IKAMI SUL-SEL Malang, engka cedde sumbangan utiwi maumare engka gunana napake masyarakat nekennae’ banjir. Dengan seolah-olah sopan saya mencoba mengakrabkan suasana dengan bahasa bugis.
Percakapan yang cukup lama hampir satu jam, membiriku banyak informasi yang cukup mengaharu biru, merah, kuning hijau, bagai pelangi kesedihan yang mendalam digambarkan oleh seorang aparat pemerintah yang cukup sederhana.
Kibawami sumbanganta ke posko pemda nanti saya telepon kesana untuk sambutki. Dengan jelas pak sekda menggambarkan lokasi posko yang terletak tidak jauh dari kantor bupati sinjai. Lewat telepon dia menghubungi orang yang bertanggung jawab diposko….andi….(ah saya lupa namanya).
2 kali tikungan kanan dan kiri. sebuah kantor dengan bentangan kain berukuran 5 meter bertuliskan POSKO PEMDA.
Apa jenis sumbanganta? Tanya seorang yang kayaknya dia bertugas sebagai pencatat sumbangan.
Uang sekitar 6 juta?, kusodorkan amplop warna putih, ibu pencatat sumbangan itu lalu menghitungnya dengan teliti, lalu mencatat diselembar kertas yang kutandatangai dilanjutkan tandatangan oleh seorang bapak yang pikirku bapak inilah yang tadi ditelpon puang sekda.
Ngomong-ngomong sama beliau.....Lama lagi.....sambil merokok...
Jam sudah menunjukkan pukul 15 lewat setegah menit …..
“Saya pulang dulu pak…semoga bermanfaat sumbangan kami” membelah kesunyian disela omongan beliau yang terpotong.
Dengan ucapan terima kasih beliau dan orang-orang diposko mengantar saya keparkiran motor.
Hati ini sedikit lega, karena telah menjalankan amanat teman dan telah menyalurkan niatan orang-orang yang memberikan sumbangan, namun rasa peddi tetap ada di hati melihat sepanjang jalan pulang yang penuh dengan pemandangan rumah-rumah yang rubuh. Kusempatkan mampir kerumah penduduk yang terlihat mengalami kerusakan parah, sekitar 7 meter rumah panggung itu digenangi air yang mengakibatkan tiang rumah roboh.
Pada perjalanan pulang, Dalam hati kuberbisik “tuhan apakah ini cobaanmu atau hukumanmu? Lahaula wala kuata illa billah……
0 Comments
Leave a Reply. |
Author[email protected] Archives |